KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PELAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK CERDAS ISTIMEWA
Tugas makul: Isu-isu kontemporer
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah selalu berupaya untuk memberikan perlakuan yang adil dan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik dari semua lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan tanpa dihambat oleh perbedaan jenis kelamin, suku bangsa dan agama. Perlakuan yang adil pada akhirnya adalah perlakuan yang didasarkan pada minat, bakat, dan kemampuan peserta didik. Pasal 24 ayat (1) UUSPN telah menegaskan bahwa : “Setiap peserta didik berhak mendapatkan perlakuan sesuai dengan bakat,minat dan kemampuannya.
Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk memberikan perlakuan yang adil tersebut adalah dengan menetapkan kebijakan tentang pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa sebagaimana diamanatkan dalam UU no.20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional.
Berkaitan dengan aspek keadilan tersebut, terdapat sejumlah peserta didik yang memilikki potensi unggul belum dikembangkan secara optimal. Strategi pendidikan yang ditempuh selama ini bersifat masal cenderung memberikan perlakuan yang standar atau rata-rata kepada semua siswa sehinggga kurang memperhatikan perbedaan antar individu. Strategi tersebut dalam konteks pemerataan kesempatan pendidikan pengembangan SDM secara pesat.
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekitar sepertiga peserta didik yang dapat digolongkan sebagai siswa yang berbakat (gifted and talented) yang bisa disebut murid cerdas berbakat mengalami gejala prestasi kurang atau lazim disebut anak underachiever (Moh.Suryaumil akhir 1990 dalam buku bimbingan di sekolah Dasar). Salah satu penyebabnya adalah lingkungan kemampuannya secara optimal. Oleh karena itu dipandang perlu memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi murid cerdas dan berbakat.
pemerintah telah menyadari bahwa peserta didik yang memilikki potensi unggul merupakan asset bangsa yang sangat berharga yang secara potensi mampu merespon tantangan bangsa di masa kini dan masa yang akan datang, khususnya pada 25 tahun mendatang. Asset itu harus tidak disia-siakan, dan seharusnya dikembangkan secara sistematis melalui Pendidikan (Depdikbud,1993:dalam Buku Bimbingan Di Sekolah Dasar).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan tersebut, terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja upaya yang dilakukan pemerintah untuk keberhasilan kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa ?
2. Mengapa pemerintah menetapkan kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa.
3. Apa saja dampak yang timbul dari implementasi kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa?
4. Apa harapan stakeholder dari kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuannya adalah untuk :
1. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk keberhasilan kebijakan pelayanan bagi anak cerdas istimewa.
2. Mengetahui alasan pemerintah menetapkan kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa.
3. Mengetahui dampak yang timbul dari implementasi kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa.
4. Mengetahui harapan skakeholder dari kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa.
1.4 Metode dan Teknik
Dalam penyusunan makalah ini kami mengunpulkan bahan atau materi beberapa sumber seperti buku panduan dan bahan atau materi dari internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Upaya pemerintah untuk keberhasilan kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa.
Sebutan lain dari anak cerdas istimewa misalnya genius, bright, creative, talended. Semua sebutan tersebut merujuk kepada adanya unggulan kemampuan yang dimiliki seseorang. Satu cirri yang paling umum diterima sebagai cirri anak yang cerdas adalah memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dari pada anak normal, sebagaimana diukur oleh alat ukur kecerdasan yang sudah baku. Pengertian murid cerdas istimewa menurut dokumen resmi pemerintah dalam buku bimbingan di sekolah dasar apabila anak yang mampu memfungsikan kedua belahan otak kiri dan otak kanansebagai alata berfikir dan seluruh fungsi-fungsi lain(rasa, pendirian, dan instuisi) secara terintegrasi sehingga mewujudkan perilaku kreatif. Ciri umum kecerdasan yang tinggi merupakan awal pangkal tolak berfikir dalam membedakan anak cerdasdengan anak lain yang tidak termasuk kelompok itu.
Pemerintah sangat menyadari bahwa anak cerdas istimewa perlu diberikan pelayanan khusus dalam pendidikan untuk menunjang potensi yang mereka miliki. Layanan pendidikan untuk anak cerdas/berbakat(CI+BI) telah diupayakan oleh pemerintah sejak tahun 1970-an dengan berbagai nama program, antara lain:
1974 : Pemberian beasiswa bagi siswa SD, SMP, SMA, SMK yang berbakat dan berprestasi tinggi tetapi lemah kemampuan ekonomi keluarganya.
1982 : Balitbang Dikbud membentuk Kelompok Kerja Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat(KKPPAB)
1984 : Balitbag Dikbud menyelenggarakan perintisan pelayanan pendidikan anak berbakat dari tingkat SD, SMP, SMA
1993 : Depdikbud menerbitkan kebijakan tentang sistem penyelenggaraan sekolah unggul(schools of excellence)
1998 : Dilakukan ujicoba pelayanan pendidikan bagi anak berpotensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam bentuk program percepatan belajar(akselerasi), pada 2 sekolahan swasta di DKI Jakarta dan satu sekolah swasta di Jawa Barat yang mendapat arahan dari Dirjen pendidikan dasar dan menengah.
2000 : Program percepatan belajar dicanangkan oleh Mendiknas pada Rakernas Depdiknas menjadi program pendidikan nasional.
2003 : Diterbitkan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menyebutkan warna negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Pasal 5 ayat (4)
2006 : Diterbitkan Permendiknas no. 34/2006 tentang pembinaan prestasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan /atau bakat istimewa.
(Sumber: Makalah “sosialisasi pengelola layanan pendidikan khusus bagi peserta didik cerdas/ bakat istimawa” juli 2007 di Manado).
Sejalan dengan perubahan–perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan kebijakan pemerintah mengenai pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi dan / bakat istimewa terus mengalami penyempurnaan. Hal tersebut dilakukan agar pelayanan yang diberikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan mengarah pada perkembangan potensi mereka.
2.2 Alasan pemeritah menetapkan kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa
Sesungguhnya keterbatasan/ kecerdasan tersebut lebih mengacu kepada anak yang menunjukkan kemampuan untuk kerja yang tinggi didalam aspek intelektual, kreativitas, seni, kepemimpinan, atau bidang akademik tertentu. Oleh karena itu, anak cerdas istimewa/berbakat istimewa berbeda dengan anak yang biasa. Dalam pembelajaran disekolah, harus ada pemisahan antara anak cerdas istimewa dengan anak biasa karena menurut beberapa hasil penelitian seperti yang dijelalaskan diawal bahwa sekitar sepertiga peserta didik yang memiliki kecerdasan istimewa mengalami prestasi kurang (underachiever) karena lingkungan belajar yang kurang menantang kepada mereka untuk mewujudkan kemampuannya secara optimal. Oleh karena itu pemerintah menetapkan kebijakan pelayanan pendidikan khusus bagi anak cerdas istimewa.
Banyak hal yang menjadi alasan/tujuan pemerintah menetapkan kebijakan tersebut. Alasan/tujuan tersebut adalah:
1) Mempersiapkan peserta didik yang cerdas, beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, memiliki budi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta sehat jasmani dan rohani.
2) Memberikan kesempatan kepada siswa yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata normal untuk mendapat pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa.
3) Memberikan kesempatan kepada siswa lebih cepat mentransfer ilmu pengetahuuuan dan tehnologi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan pembangunan.
4) Memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi baik.
5) Mempersiapkan lulusan kelas unggulan menjadi siswa unggul dalam bidang pengetahuan dan tehnologi sesuai dengan perkembangan mental anak.
(Sumber: Buku bimbingan di Sekolah dasar , hal.152)
2.3 Dampak kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa
Dari hasil penelitian tentang program percepatan belajar terhadap 20 SMA unggulan di 16 propinsi di Indonesia yang menyimpulkan bahwa program ini dianggap tidak cukup memberikan dampak positif pada peserta didik berbakat untuk mengembangkan potensi intelektual yang tinggi, salah satu faktor penyebabnya adalah data yang menunjukkan 25,3% peserta didik SMA unggulan hanya mempunyai kecerdasan umum yang berfungsi pada taraf dibawah rata-ratadan hanya 9,7% yang tergolong anak memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(Hawadi, dkk, 1998 dalam http: //si-entong.blogspot .com/2007/12/kebijakan – pemerintah – tentang- pelayanan. Html.senin,5:49 pm)
Temuan tersebut tentu saja sangat memprihatinkan karena dengan kemampuan intelektual yang terbatas, peserta didik “dipaksa” untuk mengikuti program yang menuntut kerja intelektual yang tinggi. Hal semacam ini yang sering kali menimbulkan implikasi negatif terhadap program akselerasi yang dilakukan, karena peserta didik tidak lagi memperoleh kenyamanan dalam mengikuti pendidikan tetapi berada dalam situasi yang terkekang dan terpaksa. Disisi lain, guru yang mengajar di program akselerasi relatif tidak disiapkan untuk mengajar peserta didik cerdas istimewa. Hal tersebut mengakibatkan layanan yang diberikan guru tidak membantu berkembangnya potensi intelektual peserta didik.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, pada tahun anggaran 2007, Direktorat pembinaan SLB melakukan serangkaian diskusi dan workshopyang melibatkan para psikolog, akademisi, pendidik, dan pengelola program akselerasi untuk melakukan penyempurnaan konsep dan pedoman dengan memperhatikan berbagai kebijakan pemerintah yang tertuang dalam UU no, 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional, PP no.19 tentang standar nasional pendidikan serta berbagai aturan pemerintah lainnya yang terkait. Beberapa poin penting dari hasil penyempurnaan tersebut, akan disajikan secara ringkas pada bagian berikut ini.
Dari aspek kesiswaan, tes yang digunakan untuk merekrut siwa baru program akselerasi merupakan tiga komponen yaitu: tes IQ, kreativitas dan task commitment. Khusus mengenai tes IQ, skala minimal yang ditetapkan oleh para psikolog adalah 130 atau tingkatan very superior. Untuk tes IQ, para psikolog telah merekomendasikan beberapa jenis alat tes antara lain: Wechsler intelligence scale for children,Stanford binet atau culture fair intelligence test skala 2A/2B.
Dari aspek kurikulum, pedidikan untuk anak cerdas istimewa membutuhkan diferensiasi kurikulum yaitu pemberian tugas dan kegiatan belajar yang berbeda dari anak-anak seusianya sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Diferensiasi kurikulum bagi peserta didik cerdas istimewa dapat dilakukan dengan tiga jalur: enrichment (pengayaan) yaitu kegiatan belajar yang memungkinkan perluasaan materi kurikulum, extension (pendalaman) yaitu kegiatan belajar yang memungkinkan infestigasi bidang studi secara lebih mendalam, dan acceleration (percepatan) yaitu kegiatan belajar yang memungkinkan untuk menyelesaikan materi belajar dalam waktu yang lebih singkat Dafis dan Rimm, 1998). Dalam http://si entong.blogspot.com/2007/12 kebijakan-pemerintah-tentang-pelayanan.html
Pengayaan berarti memperkaya, memperluas, dan mengembangkan: pengetahuan/informasi, pemahaman, aplikasi dan integrasi, proses berfikir, strategi dan keterampilan, tampilan fisik, sikap terhadap pemikiran abstrak tingkat tinggi dan/atau kinerja pada suatu tingkat kompleksitas sesuai tingkat perkembangan peserta didik (Davis dan Rimm, 1998). Kegiatan pengayaan dapat dilakukan dalam beberapa bentuk seperti studi ekskursi topik-topik pilihan, projek individual ataupun kelompok, serta penelitian. Kegiatan pendalaman dapat dilakukan dalam bentuk pembelajaran berbasis ICT, pusat-pusat pembelajaran (learning centre) sesuai bidang studi, kontrak pembelajaran mandiri, mentoring, kompetisi bidang studi, ataupun pembelajaran berbasis sumber daya belajar (resource based learning).
Dalam pembelajaran yang diperuntukkan bagi peserta didik cerdas istimewa tidak cukup dengan hanya dengan dimenukan dengan standar isi maupun standar kompetensi yang saat ini ada. Istilah standar mengacu pada pengertian threshold atau minimal, Mengingat peserta didik yang akan diajar adalah peserta didik cerdas istimewa, terasa janggal apabila harus disajikan dengan menu materi/isi pelajaran standar yang merupakan threshold bagi peserta didik melainkan regular yang kecerdasannya sedang/normal (Supriyanto, 2007) http://si entong.blogspot.com/2007/12 kebijakan-pemerintah-tentang-pelayanan.html
Dalam pandangan konstruktivitik pembelajaran harus kontekstualdan memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan pengalaman pembelajarannya. Atas dasar itu pembelajaran yang baik harus dirancang berbasis pada kontek social sekolah, konteks peserta didik serta konteks kompetensi yang dituju. Oleh johnson (2002) dipertegas bahwa pembelajaran yang kontektual harus dirancang sesuai dengan karakter peserta didik. Apabila peserta didik yang dihadapi memiliki keunggulan maka pembelajaran harus dirancang dengan keunggulan dalam isi maupun prosesnya.
Peserta didik dengan kecerdasan istimewa yang mempunyai kelebihan dalam kecepatan menyelesaikan tugas, mempunyai tingkat keunggulan dalam abstrak berfikir memerlukan perancangan pembelajaran yang lebih cepat dan lebih unggul dalam tantangan berfikif (Renzulli, 1991). Persoalan yang kemudian muncul terkait dengan pelayanan pembelajaran bagi peserta didik cerdas istimewa bagi guru adalah bagaimana mengelola standar isi (Kepmendiknas 22) untuk dimodifikasi menjadi isi yang sesuai dengan keunggulan peserta didik cerdas istimewa dan meningkatkan tantangan tarif berfikir yang cocok dengan peserta didik yang cerdas tersebut.
Penetapan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik cerdas istimewa membawa konskwensi kepada guru untuk memodifikasi kegiatan pembelajaran bagi peserta didik regular yang corak kegiatan pembelajaran yang menuntut corak berfikir tingkat tinggi. Pola kegiatan pembelajaran yang luas cakupan dimensinya tidak cukup menggunakan pola one way traffic, sehingga pola seperti pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)maupun mengutamakan produk/proyek lebih banyak digunakan. Sebagai konskwensi dari pemilihan tipe problem solving yang demikian selanjutnya mengharuskan guru untuk menetapkan bobot materi juga harus bertipe setidaknya C-4 (analisis) dan jika dimungkinkan sampai C-6 (evaluasi) yang mendorong peserta didik berfikir tingkat tinggi dan kritis. Untuk menunjang itu guru tidak mungkin asal memindahkan materi dalam buku paket tetapi harus menseleksi materi dari buku bahkan harus mencari rujukan lain yang lebih berbobot. Sudah saatnya dalam konteks ini guru meninggalkan cara memilih materi pelajaran dengan bertumpu pada buku paket.
Berdasarkan konsep-konsep di atas, seyogyanya mengajar pada kelas peserta didik cerdas istimewa tidak hanya menambahkan dengan penggunaan tehnologi informasi dan komunikasi (ICT) tetapi harus pula ditingkatkan bobot materi pelajaran dan bobot kegiatan pembelajaran, sebab tanpa itu sesungguhnya guru telah memberlakukan menu pembelajaran dengan materi yang tidak sesuai dengan karakter merekayang berkemampuan diatas rerata peserta didik. Disinilah diperlukan guru yang berkedudukan sebagai agen pembelajaran dan professional.Pembelajaran untuk peserta didik cerdas istimewa memerlukan bentuk pelaksanaan yang multi dimensi agar semua potensi yang istimewa dapat dikembangkan.(dari siswa)
Dalam upaya mengembangkan kurikulum dan pembelajaran untuk pendidikan bagi anak cerdas istimewa, Direktorat PSLB telah menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi yang memiliki fakultas MIPA dan psikologi. Perguruan tinggi tersebut didorong untuk memberikan pendampingan bagi sekolah-sekolah yang menyelenggarakan program akselerasi dalam mengembangkan kemampuan belajar siswa maupun guru yang mengajar di program tersebut.
Disisi lain, proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik bekecerdasan istimewa mengusung nilai-nilai inklusivitas, Artinya peserta didik cerdas istimewa dimungkinkan untuk bergabung dengna peserta didik program regular untuk mata pelajaran-mata pelajaran tertentu. Hal ini perlu dilakukan agar peserta didik cerdas istimewa tidak merasa sebagai sebuah kelompok eksklusif yang dapat menimbulkan rasa percaya diri yang berlebihan (superiority complex). Sementara itu peran guru bimbingan dan konseling (BK) juga ditingkatkan dalam upaya mengoptimalkan potensi kecerdasan yang dimiliki peserta didik. Upaya ini dilakukan agar penyelenggaraan program akselerasi tidak hanya menekankan pada perkembangan intelektual, tetapi harus memperhatikan perkembangan emosional dan social anak yang seirama dengan perkembangan keremajaanny. Selain itu program BK diharapkan dapat mencegah dan mengatasi potensi-potensi negative yang dapat tejadi dalam proses percepatan.
NB: Guru membutuhkan bimbingan/pembinaan khusus dari pemerintah mengenai cara dan teknik mengajar peserta didik cerdas istimewa.
Selain beberapa dampak kebijakan yang diuraikan diatas masih terdapat beberapa dampak lagi dari kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa yaitu:
1. Sekolah penyelenggara diwajibkan untuk memilikin kepala/manajer program akselerasi yang tidak dirangkap oleh kepala sekolah. Hal tersebut dilakukan agar penyelenggara program berlangsung secara efektif dan pengembang program dilakukan secara berkesinambungan.
2. Sekolah-sekolah yang telah menjadi penyelenggara maupun yang ingin merintis pelayanan bagi peserta didik cerdas istimewa diharapkan untuk melakukan pemetaan (mapping) yang menggambarkan populasi anak cerdas istimewa di lingkungan sekolah tersebut. Dengan demikian, penyelenggaraan program akan terjaga kontinuitasnya dengan adanya jumlah input yang terjamin berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
2.4 Harapan stakeholder (guru dan siswa) dari kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa.
Seperti diberitakan pada Jakarta, kompas.com, layanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa (CI+BI) atau anak gifted dinilai belum memadai. Pendidikan bagi anak dengan skor kecerdasan intelektual (IQ) diatas 130 tersebut hanyalah terdapat dalam bentuk percepatan belajar atau akselerasi yang juga terbatas pada sekolah-sekolah tertentu. Menurut pendiri sekolah khusus anak cerdas berbakat istimewa,cugenang gifted school,kikrik rizkiyana, jumlah siswa CI+BI yang terlayani sekolah akselerasi pun masih kecil. “tahun 2008-2009 hanya 0,73%”, ujar Kikrik.Ditinjau dari kelembagaan, kata Kikrik baru sekitar 311 sekolah yang memiliki program akselerasi ditambah 7 madrasah. Hal tersebut masih rendah sekali, sebagaian besar anak dipaksa mengikuti pendidikan yang sama dengna anak normal. Terlebih, tidak semua anak berbakat tersebut berasal dari keluarga mampu yang dapat menempuh pandidikan di sekolah akselerasi. Padahal sekitar 3 % dari populasi anak Indonesia atau sekitar 1,3 juta anak memiliki potensi kecerdsan dan bakat istimewa yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Banyak guru yang mengajar di kelas akselerasi belum memiliki kemampuan yang memadai untuk memberikan pelayanan bagi siswa cerdas istimewa. Mereka membutuhkan bimbingan atau pembinaan khusus dari pemerintah mengenai cara dan teknik mengajar peserta didik cerdas istimewa untuk meningkatkan kemampuan mereka. Disamping itu mereka (guru) juga sangat mengharapkan peran guru bimbingan dab konseling(BK) juga ditingkatkan dalam upaya mengoptimalkan potensi kecerdasan yang dimiliki peserta didik. Upaya ini dilakukan agar penyelenggaraan program akselerasi tidak hanya menekankan pada perkembangan intelektual, tetapi harus memperhatikan perkembangan emosional dan social anak yang seirama dengan perkembangan keremajaannya. Selain itu program BK diharapkan dapat mencegah dan mengatasi potensi-potensi negatif yang dapat terjadi dalam proses percepatan belajar.
Selama ini pendidikan dan pembelajaran bagi peserta didik cerdas istimewa di pandang mengusung nilai-nilai inklusifitas, dalam hal ini para guru berharap agar peserta didik cerdas istimewa dimungkinkan untuk bergabung dengan peserta didik program regular untuk mata pelajaran- mata pelajaran tertentu. Hal tersebut diperlukan agar peserta didik cerdas istimewa tidak merasa sebagai sebuah kelompok eksklusif yang dapat menimbulkan rasa percaya diri yang berlebihan (superiority Complex) tidak hanya guru yang memilikki harapan dari pelaksanaan pelayanan pendidikan peserta didik cerdas istimewa tersebut memerlukan bentukpelaksanaan yang multi dimensi agar semua potensi yang istimewa dapat dikembangkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari penulisan makalah ini adalah
1. Upaya pemerintah untuk keberhasilan kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa adalah dengan memunculkan program baru ditiap tahunnya guna meningkatkan mutu belajar anak cerdas berbakat.
2. Pemeritah menetapkan kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa dengan alasan untuk membentuk karakter yang berketuhanan, menyediakan layanan pendidikan yang dapat memngembangkan potensi mereka, memberikan kesempatan pada siswa pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan perkembangan pembangunan, memberikan penghargaan, dan mempersiapkan lulusan kelas ungggulan menjadi siswa yang unggul disetiap bidang.
3. Dampak kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa adalah munculnya eksklusivitas, munculnya perbedaan kurikulum untuk kelas anak cerdas istimewa
4. Harapan stakeholder (guru dan siswa) dari kebijakan pelayanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa adalah adanya kelas khusus yang diperuntukkan bagi mereka, bukan sekedar kelas akselerasi.
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan dari penulisan makalah ini adalah
1. Pemerintah seharusnya menyediakan kelas khusus bagi anak cerdas berbakat yang kurikulumnya disesuaikan dengan kemampuan mereka, bukan hanya mereka dimasukkan dalam kelas akselerasi yang biayanya relative lebih mahal.
2. Perlunya tenaga pengajar yang unggul, sehingga percepatan belajar anak didik akan terlaksana dengan baik
Written by Yenny eka herlin budhiarti.M, S.Pd